Cerita Cinta Nafisa
S
|
unyi. Aku melangkah menyusuri koridor sekolah yang telah
sepi dengan hanya ditemani oleh semilir angin sore yang berhembus sejuk.
Tak ada orang. Hanya aku. Aku sangat menyukai suasana ini, apalagi senja sore itu menyapa dengan hangat camar-camar yang telah terbang menuju peraduan, dan langit lembayung saat itu memancar sendu, menentramkan setiap hati yang tengah kalut.
Tak ada orang. Hanya aku. Aku sangat menyukai suasana ini, apalagi senja sore itu menyapa dengan hangat camar-camar yang telah terbang menuju peraduan, dan langit lembayung saat itu memancar sendu, menentramkan setiap hati yang tengah kalut.
Aku sampai didepan ruang musik.
Ku hela nafas panjang sebelum membuka pintu kayu yang tertoreh ukiran indah
dihadapanku. Aroma ruang musik yang khas mengusik hidungku, membuatku tak sabar
untuk duduk didepan piano yang selama ini menemani hari-hari ku saat senja
tiba.
Aku mulai menekan tuts demi tuts
piano dengan lembut hingga terdengar sebuah irama syahdu yang sekali lagi
menenangkan hatiku. Kejadian itu entah mengapa seperti tengah diputar ulang
didepan mataku, peristiwa pahit yang tak akan perna hilang walau telah termakan
waktu.
@@@
Di ruang musik,
“plok plok
plok plok.............” miss
Parvin bertepuk tangan dengan bangga atas permainanku yang menakjubkan. “
bravo,,,” pekiknya, sangat gembira.
“permainanmu
sangat luar biasa, nafisa. Aku sangat menyukainya.”puji miss Parvin.
“miss
Parvin jangan memuji seperti itu. Ini semua kan juga berkat kerja keras miss
Parvin dalam melatih saya” ujarku merendah
“no,no nafisa. Semua ini karna kamu yang
sangat cerdas sehingga aku tak perlu waktu lama untuk melatihmu. Mungkin kau
akan mendapat banyak tepuk tangan di acara ajang bakat yang akan di adakan
seminggu lagi” miss parvin kebali memuji.
“miss
terlalu berlebihan” ucapku sedikit tersipu.
“hahahaha....”
miss parvin terbahak keras. “ oke saatnya pulang. Mau bareng?”
“
tidak, terima kasih. Saya pulang bersama teman “
“
baiklah. Good luck. Hari H-nya aku akan datang jadi teruslah berlatih” miss
parvin menepuk pundakku setelah mengemasi barang-barangnya kemudian dia keluar
sambil mengucapkan selamat sore.
“
selamat sore” balasku sambil mengemasi barang-barangku sendiri lalu segera
pergi ke lapangan futsal, dimana almas
menungguku.
Setelah sampai tak kutemukan siapa pun di sana
“dimana dia” gerutuku dalam hati,
aku mencari almas diseluruh sudut lapangan dan kutemukan ia di depan ruang
ganti bersama agha, orang yang selama ini menempati hatiku. Aku melangkah
mencoba mendekati mereka, tapi terhenti saat kulihat almas mulai bergelayut
pada agha degan manja. Samar kudengar, almas berkata “aku mencintaimu.....” aku
terpaku mendengarnya, kata itu begitu lirih tapi terdengar sangat menusuk.
Aku berbalik,hendak melangkah pergi tapi, ranting kering
yang kuinjak mengeluarkan suara yang cukup membuat mereka mengetahui
keberadaanku
“Nafisa,...” terdengar suara agha memanggilku , aku
menoleh lalu tersenyum pada mereka, tersenyum sangat getir. “maaf aku
mengganggu”
“Nafisa.....” kali ini
almas yang memanggilku.
“ kalau
begitu aku pergi dulu” aku segera berlari maninggalkan mereka berdua, tak
kuhiraukan suara-suara yang terus memanggilku. Agha memang belum jadi pacarku
tapi almas, dia sudah tahu kalau aku sangat menyukai agha. Seharusnya dia tidak
berbuat seperti itu. kalau dia juga menyukai agha, seharusnya dia bilang
padaku, sebagai sahabat aku rela jika harus berkorban untuknya. Tapi
kejadiannya lain, kalau seperti ini aku tidak tahu harus berbuat apa.
@@@
“
keren.........”
Mendengar komentar itu aku menoleh, melihat siapa yang
melontarkan komentar aneh itu. Disana berdiri Danesh, cowok sok gaul yang
selalu mengejarku.
“
ngapain kamu disini?” tanyaku, dingin.
“ jutek
amat. Aku Cuma mau dengerin kamu main piano kok.” Katanya santai sambil menduduki
kursi yang biasa dipakai miss Parvin duduk. Aku memperhatikannya, tak suka.
“kok
bengong? Main lagi dong” pintanya.
“
males....” aku membuang muka.
“ oke,
terserah kamu.” Lagi-lagi dia berkata santai.
“ terus
ngapain kamu masih disini?” tanyaku, risih.
“
pengen aja” dia berdiri menghampiriku. “ sebenarnya kamu butuh teman kan? Aku
tahu itu?” katanya walau dengan nada sok, tapi dia benar. Aku memang butuh
teman.
“
tidak.” Jawabku berbohong.
“ kau
bohong. Mata mu berkata lain, nafisa.” Tangannya mengangkat daguku, membuat
wajahnya dan wajahku hanya berjarak beberapa senti saja. Dan disana kulihat
pada matanya terpancar rasa empati yang begitu besar. Tanpa sadar air mataku
meleleh. Dia merangkulku dan dada bidang miliknya menampungku yang tengah terisak
dalam.
“ tidak
apa-apa. Kalau kau ingin menangis, menangis saja. Itu manusiawi kok. Dan semua
orang butuh itu.” Ucapannya begitu bijak, baru kali ini kulihat Danesh bersikap
hangat dan serius. Dan entah mengapa aku merasa nyaman didekatnya.
“ terima
kasih” ujarku ditengah isak.
@@@
“
nafisa.....” suara almas terdengar lemas.
“...............”
aku diam tak menjawab. Hanya menunduk, mencoba mengumpulkan seluruh kekuatan
yang ada.
“
aku.... aku minta maaf fis, aku......... seharusnya..... aku mengatakannya.....
aku tak seharusnya mengkhianatimu..... aku minta maaf fis.......” almas
terisak, “ aku minta maaf, fis” dia hanya mampu mengucapkan 1 kalimat itu
berulang-ulang. Aku merangkulnya dengan mata basah.
“ aku
juga minta maaf, seharusnya aku yang lebih peka dengan perasaanmu. Maaf ya”
tak ada yang mampu berkata-kata lagi, yang ada hanya isak
tangis penyesalan tentang ketidaksaling terbukanya kami dalam mengungkapkan
perasaan.
“ lain
kali jangan seperti ini lagi ya, harus saling terbuka oke?” almas berkata
menceramahi.”
“ oke
bosss............” dengan mata masih basah kami tertawa, bersama.
Dari jauh kulihat Danesh tersenyum memperhatikan. Aku
membalas senyumnya, tulus.
@@@
“ hai
agha.........” aku dan almas menghampiri agha yang tengah membaca buku disalah
satu bangku taman.
“
hei....” agha membalas singkat, tak tahu kenapa wajahnya terlihat memerah.
“ gha,
kamu kepanasan ya?” tanyaku
“hah?”
dia terlihat bingung.
“wajahmu
merah “ jelasku
“
O0oh... gak kok” agha tertunduk, malu. Aku mengangkat sebelah alisku, heran
denagn sikapnya yang tak biasa.
“ al,
agha kenapa sih?” aku bertanya pada almas, tak ada sahutan.
“
almas...???”
“
kenapa sih kok bengong?”
“ gak
kok, gak kenapa-napa” wajah almas pun terlihat memerah. Aku melihat keduanya
dengan curiga.
“ ya
ampuuun....... kok aku jadi LOLA ya.... kalian udah jadian ya???” tuduhku tanpa
basa-basi.
“
ng...nggak kok... belum......” kata mereka sambil terbata
“
belum.....?” aku mengulang ujung kata
yang mereka ucapkan, penuh selidik. Kini keduanya salah tingkah.
“ udah
jujur aja lagi, biar si cerewet ini gak berkicau terus....” Danesh tiba-tiba
muncul sambil merangkulku seenaknya.
“ ini
maksudnya apaan sih?” aku melepas rangkulannya.
“ gak
usah malu, nafisa. Kita juga harus jujur dengan hubungan kita” Danesh berkata
seenaknya. Kulihat almas dan agha
menunjukkan raut muka kaget.
“
beneran?” tanya mereka kompak
“ gak.
bohong. Bicara apa sih?” aku mencubiti Danesh, gemas.
“
awh.... ampun....ampun,” Danesh berlari menghindar.
“ hei,,,,
jangan lari........”
Agha dan almas hanya tertawa melihat tingkah kami yang
seperti anak kecil.
“ hei
jangan ketawa aja, bantuin dong.............” kataku, kesal.
“ mau
bantu?” tanya almas pada agha
“
boleh.......” jawab agha sambil tersenyum.
Kami berlarian ditaman sekolah dengan gembira
tanpamenghiraukan tatapan anak-anak yang menatap kami aneh.
@@@
Ajang bakat yang diadakan sekolah malam itu ramai bukan
hanya oleh siswa-siswi sekolah tapi juga oleh wali murid yang ingin menonton
anak-anak mereka yang mungkin akan tampil untuk menunjukkan kebolehannya. Aku
bermain piano dengan hati berdetak tak menentu karna gugup, tapi segera
teratasi saat kulihat miss Parvin mengacungkan 2 jempol untukku ditambah dengan
jempol-jempol yang lain dari Almas,Agha dan Danesh. Almas bernyanyi dengan merdu, dia mendapat
banyak tepuk tangan atas suara emasnya. Agha menunjukkan kebolehannya dalam
bermain futsal, sangat mengagumkan. Dan Danesh, kalian tahu apa yang dia
lakukan? Dia menampilkan sebuah pertunjukan sulap yang sangat memalukan, tapi
entah mengapa dia terlihat sangat bangga begitu juga dengan ku yang
berbunga-bunga mendapat sebaris senyum dari nya.
Irama
itu selesai saat mentari telah terlelap pulas. Aku tersenyum sendiri
mengingat kejadian itu. Aku bersyukur,
Tuhan tidak menutup hatiku untuk memaafkan Almas juga Agha. Sekarang aku
berjanji untuk tidak bersikap tertutup pada Almas atau siapapun.
“
nafisa, sudah selesai?” suara Danesh terdengar, dia telah berada di depan pintu
bersama Almas dan Agha.
“ sudah..”
“ kalau
begitu ayo pulang...”
“
baiklah” aku mengemasi barang-barangku dan segara berlari menghampiri mereka
untuk bergabung bersama . Wajah-wajah riang mereka harus tetap terjaga, begitu
juga dengan hatiku.
The end
07.16
|
Label:
Meong
|
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
DiIndra. Diberdayakan oleh Blogger.
DOCUMENT
-
▼
2012
(11)
-
▼
Agustus
(11)
- gagak hewan yang paling cerdas
- Karakter & Sifat Berdasrkan Zodiak
- Tips Membuat Komputer Kita Berbicara
- Sekilas Tentang Kucing
- Cerita Cinta Nafisa
- NGELIAT MUSLIM AMERIKA DALAM MENGELOLAH ZAKAT
- Virus buat ngerjain ^^
- Ketika ALLAH memeilihmu untukku
- AgAr cIntA tAk mEnjAdi HarAm.. ^^
- Mengenal tentang huruf Jepang
- Cakra
-
▼
Agustus
(11)
0 komentar:
Posting Komentar